Notification

×

Postingan Populer

Berita terbaru

Kenali Kekerasan Seksual Berikut Dasar Hukum Penanganan, Hingga Peranan Satgas PPKS di Kampus

Senin, September 16, 2024 | September 16, 2024 WIB | 0 Views
Ilustrasi kekerasan seksual, (Foto: Sekretariat Negara).

LPM LUGAS - Kekerasan seksual merujuk pada setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh fungsi reproduksi seseorang. Hal ini kerap terjadi karena ketimpangan relasi kuasa atau gender.


Kekerasan seksual mengakibatkan penderitaan psikis dan fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang, sehingga hilangnya kesempatan untuk melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.


Kasus ini juga mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik atau bisa saja terjadi melalui teknologi informasi dan komunikasi, seperti, menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh atau identitas gender korban.


Baca juga: Kekerasan Seksual di Kampus Terus Meningkat, Kemen PPPA: Seperti Fenomena Gunung Es


Selanjutnya, dengan memperlihatkan alat kelamin seseorang dengan sengaja tanpa persetujuan korban juga merupakan bagian kekerasan seksual. Tak hanya itu, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan siulan yang bernuansa seksual pada korban (catcalling), termasuk kedalam bagian kekerasan seksual.


Masih terdapat banyak sekali contoh aktivitas atau tindakan yang termasuk kedalam kategori kekerasan seksual yang perlu diketahui, yakni diantaranya:


1. Menatap korban dengan nuansa seksual yang menyebabkan korban merasa tidak nyaman.


2. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.


3. Mengambil, merekam dan mengedarkan foto atau rekaman audio visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.


4. Mengunggah foto tubuh dan informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.


5. Menyebarkan informasi terkait tubuh atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.


6. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi pada ruang yang bersifat pribadi.


7. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban.


8. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.


9. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban.


10. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban dan lain-lain.


Baca juga: Pendaftaran Tim P3O Ditutup: Upaya Berikan Langkah Signifikan Pembentukan Ormawa


Dengan demikian, siapa aja yang dapat dikategorikan sebagai Korban? Menurut Pasal 1 ayat 12 Permendikbudristek 30/2021, yang termasuk sebagai korban yakni sebagai berikut:


1. Mahasiswa, yakni peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.


2. Pendidik, yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai dosen, instruktur dan tutor yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi.


3. Tenaga kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan tinggi.


4. Warga kampus, yakni masyarakat yang beraktivitas atau bekerja di kampus.


5. Masyarakat umum yang mengalami kekerasan seksual.


Baca juga: Gebyar Penanaman Pohon KSE Untirta: Tanam 5000 Bibit Pohon di Empat Puluh Titik Berbeda


Selanjutnya, adapun prosedur Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.  Kampus memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual melalui berbagai cara seperti:


a. Pembelajaran, yang dilakukan oleh pemimpin perguruan tinggi dengan mewajibkan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan mempelajari modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.


b. Penguatan tata kelola, yang minimal terdiri atas:


1. Merumuskan kebijakan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

2. Membentuk satuan tugas (Satgas).

3. Menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

4. Membatasi pertemuan antara mahasiswa dengan pendidik atau tenaga kependidikan di luar jam operasional kampus dan luar area kampus.

5. Menyediakan layanan pelaporan kekerasan seksual.

6. Melatih mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

7. Melakukan sosialisasi secara berkala terkait pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual kepada mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus.

8. Memasang tanda informasi yang berisi pencantuman layanan aduan kekerasan seksual dan peringatan bahwa kampus perguruan tinggi tidak menoleransi kekerasan seksual.

9. menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

10. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.


Baca juga: Sebut Gagal Sikapi Pelanggaran Pemilu, LMND-EK Serang Gelar Aksi di Depan KPU Banten


c. Penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, minimal pada kegiatan:


- Pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan


- Organisasi kemahasiswaan atau jaringan komunikasi informal mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan.

 

Lantas apa saja peranan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di kampus?


Sebagaimana telah dijabarkan bahwa pembentukan satgas menjadi salah satu prosedur pencegahan kekerasan seksual melalui penguatan tata kelola.


Baca juga: Singgung Persoalan Ormawa UPG, Rektor: Dulu Bapak Juga Aktivis


Adapun satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) adalah bagian dari perguruan tinggi yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.


Kemudian, pada dasarnya keanggotaan dari satgas berasal dari perguruan tinggi yang terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.


Anggota satgas wajib menjunjung tinggi kode etik yang ditetapkan oleh perguruan tinggi, yaitu menjamin kerahasiaan identitas pihak yang terkait langsung dengan laporan, menjamin keamanan korban, saksi, dan/atau pelapor, dan menjaga independensi dan kredibilitas satgas. Adapun satgas PPKS memiliki tugas yang harus dipenuhi yaitu:


Baca juga: Soroti Mandeknya Langkah P3O, Mahasiswa: Kalo Tidak Ada Pergerakan Dibubarkan Saja


1. Membantu pemimpin perguruan tinggi menyusun pedoman PPKS di Perguruan Tinggi.


2. Melakukan survei kekerasan seksual paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan pada perguruan tinggi.


3. Menyampaikan hasil survei kepada pemimpin perguruan tinggi.


4. Mensosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta PPKS bagi warga kampus.


5. Menindaklanjuti kekerasan seksual berdasarkan laporan.


6. Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani 

layanan disabilitas, apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas.


7. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan kepada korban dan saksi;

memantau pelaksanaan rekomendasi dari satgas oleh pemimpin perguruan tinggi.


8. Menyampaikan laporan kegiatan PPKS kepada pemimpin perguruan tinggi paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan.


Lebih lanjut, dalam melaksanakan tugasnya, satgas PPKS juga memiliki wewenang yang harus dipenuhi dalam menjalankan tugas dan fungsinya seperti: 


A. Memanggil dan meminta keterangan korban, saksi, terlapor, pendamping serta ahli dalam penanganannya.


B. Meminta bantuan pemimpin perguruan tinggi untuk menghadirkan saksi, terlapor, pendamping, dan/atau ahli dalam pemeriksaan


C. Melakukan konsultasi terkait penanganan kekerasan seksual dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi, keamanan dan kenyamanan korban.


D. Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi terkait dengan laporan kekerasan seksual yang melibatkan korban, saksi, pelapor, dan terlapor dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.


Baca juga: Jalin Sinergitas Antar Universitas Jadi Langkah Awal Rektor UPG Periode 2024-2028


Kemudian satgas PPKS dalam menangani laporan kekerasan seksual harus melalui sejumlah mekanisme yang telah ditetapkan, diantaranya sebagai berikut:

- Penerimaan laporan

- Tindakan pencegahan keberulangan.

- Pemulihan.

- Penyusunan kesimpulan dan rekomendasi.

- Pemeriksaan

- Mekanisme penanganan kekerasan seksual oleh satgas PPKS dapat Anda baca selengkapnya dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 50 Permendikbudristek 30/2021.


Prosedur Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Selain itu, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui: 


a. Pendampingan

Pendampingan diberikan kepada korban atau saksi yang berstatus sebagai mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus, atas persetujuannya dalam bentuk:

1. Konseling

2. Layanan kesehatan

3. Bantuan hukum

4. Advokasi

5. Dan/atau bimbingan sosial dan rohani. 


Dalam hal ini jika korban tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan, maka persetujuan dapat diberikan oleh orang tua atau wali korban atau pendamping.


b. Pelindungan

Pelindungan diberikan kepada korban atau saksi yang berstatus sebagai mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus, berupa:


1. Jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi mahasiswa.


3. Jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai pendidik dan/atau tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang bersangkutan.


3. Jaminan pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik dari pelaku/pihak lain atau keberulangan kekerasan seksual dalam bentuk memfasilitasi pelaporan terjadinya ancaman fisik dan nonfisik kepada aparat penegak hukum.


4. Pelindungan atas kerahasiaan identitas, penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan dan lain-lain.


c. Pengenaan Sanksi Administratif

 Pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan dengan keputusan pemimpin perguruan tinggi berdasarkan rekomendasi satgas. Sanksi administratif yang diberikan meliputi:


- Sanksi administratif ringan 

Berupa teguran tertulis; atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.


- Sanksi administratif sedang, berupa:

Pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan; atau Pengurangan hak sebagai mahasiswa, meliputi penundaan mengikuti perkuliahan (skors), pencabutan beasiswa; atau pengurangan hak lain.


- Sanksi administratif berat

 Pemberhentian tetap sebagai mahasiswa  atau Pemberhentian tetap dari jabatan sebagai pendidik, tenaga kependidikan, atau warga kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari perguruan tinggi yang bersangkutan. 


Baca juga: Sah Terpilih, Romli Ardie Lanjutkan Program Pembangunan UPG


Perlu diperhatikan, pemimpin perguruan tinggi dapat menjatuhkan sanksi administratif lebih berat dari sanksi administratif yang direkomendasikan oleh satgas dengan mempertimbangkan:


1. Korban merupakan penyandang disabilitas.

2. Dampak kekerasan seksual yang dialami korban atau terlapor atau pelaku merupakan anggota satuan tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan.


d. Pemulihan korban, yaitu diberikan atas persetujuan korban, berupa:

1. Tindakan medis.

2. Terapi fisik.

3. Terapi psikologis.

4. Dan bimbingan sosial dan rohani.


Baca juga: 


Pemulihan korban tersebut di atas dapat melibatkan dokter atau tenaga kesehatan lain, konselor, psikolog, tokoh masyarakat, pemuka agama atau pendamping lain sesuai kebutuhan termasuk kebutuhan korban penyandang disabilitas.


Kemudian, tindakan medis dan terapi fisik tersebut juga dapat diberikan kepada saksi pelapor, dalam hal saksi pelapor mengalami stres traumatis sekunder (secondary traumatic stress).


Pembuktian Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana

Menjawab berbagai pertanyaan mengenai pembuktian, pada dasarnya pembuktian pelecehan seksual dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, menggunakan 5 macam alat bukti, yaitu:

- Keterangan saksi;

- Keterangan ahli.

- Surat 

- Petunjuk

- keterangan terdakwa.


Baca juga: Dianggap Menjagal Putusan MK, Ampera Desak DPR RI Batalkan Pengesahan RUU Pilkada


Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan  Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.


[1] Pasal 2 huruf a Peraturan  Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (“Permendikbudristek 30/2021”).


[2] Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 30/2021


[3] Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permendikbudristek 30/2021


[4] Pasal 5 ayat (3) Permendikbudristek 30/2021


[5] Pasal 1 angka 6 Permendikbudristek 30/2021


[6] Pasal 1 angka 7 Permendikbudristek 30/2021


[7] Pasal 1 angka 8 Permendikbudristek 30/2021


[8] Pasal 1 angka 9 Permendikbudristek 30/2021


[9] Pasal 6 Permendikbudristek 30/2021


[10] Pasal 6 ayat (2) Permendikbudristek 30/2021


[11] Pasal 6 ayat (3) Permendikbudristek 30/2021


[12] Pasal 6 ayat (4) Permendikbudristek 30/2021


[13] Pasal 6 ayat (3) huruf b Permendikbudristek 30/2021


[14] Pasal 1 angka 14 Permendikbudristek 30/2021


[15] Pasal 27 ayat (1) Permendikbudristek 30/2021


[16] Pasal 35 ayat (1) Permendikbudristek 30/2021


[17] Pasal 35 ayat (3) Permendikbudristek 30/2021


[18] Pasal 34 ayat (1) Permendikbudristek 30/2021


[19] Pasal 34 ayat (2) Permendikbudristek 30/2021


[20] Pasal 38 Permendikbudristek 30/2021


[21] Pasal 10 Permendikbudristek 30/2021


[22] Pasal 11 ayat (1), (2), dan (4) Permendikbudristek 30/2021


[23] Pasal 11 ayat (5) Permendikbudristek 30/2021


[24] Pasal 12 Permendikbudristek 30/2021


[25] Pasal 13 Permendikbudristek 30/2021


[26] Pasal 14 ayat (1), (2), (3), dan (4) Permendikbudristek 30/2021


[27] Pasal 16 Permendikbudristek 30/2021


[28] Pasal 20 ayat (1) dan (3) Permendikbudristek 30/2021


[29] Pasal 20 ayat (2) Permendikbudristek 30/2021


[30] Pasal 20 ayat (4) Permendikbudristek 30/2021. (Red)*

Pers Mahasiswa

Pers Mahasiswa
Sarana Informasi Kampus Terpercaya
×
Berita Terbaru Update