![]() |
Warga Cibetus, padarincang sampaikan aspirasi soal pembakaran kandang ayam kepada DPRD kabupaten Serang (Foto: Rasyid/Lpm Lugas) |
LPM LUGAS – Perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ahmad Fauzi, bersama warga mendatangi DPRD Kabupaten Serang untuk mendesak pencabutan izin operasional PT Sinar Ternak Sejahtera (STS) serta meminta dukungan dalam membebaskan warga yang masih ditahan terkait insiden di Desa Cibetus.
"Kami datang ke DPRD bersama warga untuk mendorong pencabutan izin PT STS dan meminta dukungan DPRD agar seluruh warga yang ditahan segera dibebaskan," ujar Ahmad Fauzi usai audiensi dengan DPRD Kabupaten Serang, Rabu (19/2/2025).
Dari 15 penduduk yang sempat ditangkap, Fauzi mengungkapkan, dua telah dibebaskan, lima mendapatkan penangguhan pengasingan, sementara sisanya masih ditahan.
"Kami berharap pemerintah menegakkan hukum dengan adil bagi semua pihak, terutama dengan menerapkan mekanisme restoratif justice," tambahnya.
Menurutnya, Ketua DPRD telah menginstruksikan dinas terkait untuk menelusuri prosedur yang memungkinkan pencabutan izin kandang ayam tersebut jika lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. "Kami tadi ikuti diskusi itu," katanya.
Fauzi juga mengatakan bahwa kandang ayam itu awalnya dimiliki oleh Johar Setiawan sejak 2013. Namun, karena banyak penolakan, kandang itu ditutup pada tahun 2018. Setelah itu, PT STS membeli lahan dan meningkatkan kapasitasnya menjadi 270 ribu ekor ayam, yang menyebabkan aroma bau tidak sedap semakin menyengat.
"Warga masih trauma atas kejadian penangkapan malam itu. Sekarang kondisi di Desa Cibetus sudah mulai aman," ungkapnya.
Sebagai upaya hukum, warga juga didampingi oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD). "Kami terpimpin oleh TAUD dalam mengambil langkah-langkah selanjutnya.
Selain itu, pemulihan kondisi dan psikis warga terus diupayakan. Secara politik, kami akan terus memperjuangkan dukungan DPRD agar warga Cibetus bisa mendapatkan lingkungan yang sehat dan sejahtera," tegasnya.
Fauzi juga berharap agar lima santri yang masih ditahan dibebaskan tanpa status tersangka, termasuk warga lainnya. "Bukan hanya sekadar penangguhan," tegasnya.
Setelah audiensi, pihaknya akan menginformasikan hasil diskusi kepada warga serta mengumpulkan bukti yang dapat mempercepat tindakan dinas terkait. "Kami akan membuktikan bahwa PT STS memang tidak layak beroperasi di sana (Padarincang)," ujarnya.
Sementara itu, sejumlah warga yang hadir dalam audiensi meminta bantuan DPRD agar membantu membebaskan anggota keluarga mereka yang saat ini masih ditahan di Polda Banten. Mereka dituduh terlibat dalam pembakaran kandang ayam milik PT STS pada Minggu, 24 November 2024.
"Kami meminta DPRD mendukung pembebasan keluarga kami yang ditahan tanpa syarat serta mencabut izin PT STS. Itu saja tuntutan kami agar permasalahan di kampung segera selesai," ujar salah seorang warga.
Warga juga mengeluhkan dampak ekonomi akibat penahanan anggota keluarga mereka. "Pemasukan tidak ada karena suami dan anak kami yang menjadi tulang punggung keluarga ditahan," ucapnya.
Selain itu, kondisi kesehatan warga juga terdampak. "Banyak anak-anak yang trauma, ada yang sakit sesak, gatal-gatal," ungkap warga lainnya.
Lebih jauh, seorang warga bahkan mengaku telah mengalami gangguan paru-paru selama enam tahun akibat buruknya kondisi lingkungan yang dipicu oleh keberadaan kandang ayam dilokasi tersebut. "Sekali berobat butuh Rp700 ribu, sedangkan suami saya hanya bekerja sebagai kuli angkut besi," jelasnya.
Mereka juga meminta jaminan keamanan, karena masih ada ketakutan di tengah masyarakat. "Sekarang memang tidak ada lagi oknum polisi, tapi kami tidak tahu pasti karena mereka tidak berseragam. Kami harus tetap waspada," ungkapnya.
Beberapa warga bahkan menyebut bahwa anak-anak mereka terpaksa tidak bersekolah atau diungsikan karena masih mengalami trauma akibat kejadian tersebut.
Dari polemik yang terjadi, warga berharap DPRD segera mengambil langkah tegas agar permasalahan yang terjadi di Desa Cibetus bisa diselesaikan dengan adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Penulis: Rasyid
Editor: Dinda